JABARKU.ID – Dalam rangkaian kegiatan International Conference on Management in Emerging Markets (ICMEM) 2025 di SBM ITB menghadirkan panel diskusi dengan tema keberlanjutan industri di Indonesia. Diskusi ini menghadirkan narasumber utama: Dr. Agung Wicaksono, M.Sc., MBA dari Pertamina, Bayu Ramadhan, S.M. dari Bobobox, Dr. Muslim Anwar, MBA, Ph.D. dari Bank Indonesia, Tri Buana Desy Arianty, S.Bns., M.Sc. selaku social entrepreneur dan Hary Febriansyah, S.Si., M.T., Ph.D. sebagai moderator.
Dr. Muslim Anwar memaparkan capaian pertumbuhan ekonomi regional dan nasional, khsusnya Asia secara umum masih tumbuh stabil. Indonesia sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8% pada 2029, sebuah target ambisius yang memerlukan kolaborasi erat antara pemerintah, industri, dan UMKM.
Dalam mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia yang signifikan, Bank Indonesia berkomitmen untuk membantu melalui kebijakan makroprudensial, termasuk kewajiban penyaluran kredit 30% ke UMKM, penurunan reserve requirement, hingga perluasan sistem pembayaran digital QRIS yang kini digunakan oleh lebih dari 57 juta pengguna dan 39 juta merchant, bahkan dapat dipakai lintas negara seperti Malaysia, Singapura, Jepang, bahkan China.
Dari sektor energi, Dr. Agung Wicaksono menekankan pentingnya bagi perusahaan besar untuk menerapkan strategi ganda, yaitu Pertamina sendiri sebagai BUMN energi sekaligus entitas bisnis. Pertamina berusaha memaksimalkan bisnis legasinya dari hulu hingga hilir baik dalam energi minyak serta gas. Untuk saat ini, Pertamina sedang bertransformasi menuju energi rendah karbon. Salah satu fokusnya adalah energi geothermal yang dikembangkan melalui Pertamina Geothermal Energy (PGEO).
Selain itu, Pertamina melakukan aksi kolaborasi dengan UMKM sebagai tujuan yang mulia, yaitu pemberdayaan ekonomi masyarakat yang berkelanjutan, misalnya melalui program pengolahan minyak jelantah menjadi biofuel bersama startup lokal, serta pemanfaatan uap panas bumi untuk mendukung industri kecil seperti produksi kopi dan jamur. Program Desa Energi Berdikari juga digagas oleh Pertamina untuk mendorong kemandirian energi berbasis surya maupun mikrohidro pada beberapa desa di Indonesia.
Disamping itu, terdapat industri hospitality yang dijelaskan oleh Bayu Ramadhan dari Bobobox dengan memaparkan bagaimana bisnis hospitalitynya dapat mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dengan bermitra oleh UMKM sekitar dalam penyediaan makanan, aktivitas wisata, hingga kebutuhan operasional bahkan lebih dari 50% karyawannya merupakan asli masyarakat sekitar. Dia menjelaskan dalam bisnis hospitality, sebenarnya permasalahan utamanya yaitu berasal dari regulasi pemerintah dan persepsi bahwa praktik keberlanjutan selalu dikaitkan dengan biaya yang premium.
Tri Buana Desy Arianty selaku sosial entrepreneur menyoroti masalah sosial yang ada di pedesaannya, yaitu Magelang. Terdapat 2.000 kasus perkawinan anak di bawah umur di daerahnya. Dia menilai hal tersebut terjadi, karena tingkat pendidikan orang tua yang kurang serta rendahnya tingkat ekonomi di keluarga tersebut menjadi faktor Utama.
“Orang disana belum mempunyai pendidikan yang layak. Sehingga dalam memutusukan suatu keputusan cenderung tidak berpikir panjang. Kita tahu bahwa semakin berpendidikan seseorang, semakin teliti dalam pengambilan keputusan ke depannya,” jelasnya.
Di Magelang, Desy berhasil mengangkat harkat perempuan yang berprofesi sebagai perajin bambu, yang dulunya hanya mendapat Rp1.000 per keranjang. Kini, lewat inovasi produk bambu berkelanjutan, mereka tidak hanya meraih penghasilan lebih layak, tetapi juga turut melestarikan warisan budaya.
Diskusi panel ICMEM 2025 menegaskan bahwa perusahaan besar, UMKM, hingga usaha sosial harus bersinergi dalam membangun keberlanjutan. Pertamina menyiapkan transisi energi, Bobobox menunjukkan model circular economy, sementara Desy menekankan i pentingnya pemberdayaan masyarakat. Semua bergerak menuju tujuan bersama, mencapai ekonomi hijau, inklusif, dan berkelanjutan bagi Indonesia.