Sebanyak 125 Siswa Keracunan MBG di Sukabumi, Apa Penyebabnya?

SUKABUMI – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menuai sorotan setelah kasus keracunan dengan jumlah korban yang sangat masif terjadi di Kabupaten Garut beberapa waktu lalu. Tak hanya di Garut, sebanyak 125 siswa di juga sudah menjadi korban keracunan makanan MBG di Sukabumi.

Ratusan korban keracunan MBG ini adalah akumulasi dari rentetan peristiwa keracunan MBG di Sukabumi. Rinciannya 32 orang dari peristiwa keracunan MBG di Kecamatan Cidolog, 24 siswa di Parakansalak, dan 69 siswa di Cibadak.

Bacaan Lainnya

Peristiwa keracunan MBG di Sukabumi pertamakali dilaporkan terjadi di Kecamatan Cidolog pada Kamis 7 Agustus 2025. Para korban merupakan para siswa siswi dari empat sekolah jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Sekolah Dasar.

Kemudian keracunan makanan MBG di Parakansalak terjadi di SDN 02 Parakansalak, Jumat 22 Agustus 2025. Sebanyak 24 siswa mengalami gejala keracunan setelah menyantap menu MBG yang terdiri dari nasi putih, tahu, telur dadar, sayur wortel dan buncis, serta semangka, dan susu.

Kemudian pada Kamis 11 September, sebanyak 69 siswa SMKN 1 Cibadak harus mendapatkan penanganan dari petugas medis lagi-lagi gegara MBG. Mereka mengalami gejala pusing, mual, muntah, dan diare.

Beruntungnya, para korban berhasil ditangani dokter dan tidak mengalami gejala lanjutan yang lebih parah atau hingga menyebabkan korban meninggal dunia. Mereka bisa kembali ke rumah setelah kondisi kesehatannya berangsur membaik.

Dari seluruh kasus keracunan hingga September 2025 ini, Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi selalu mengambil tindakan cepat. Salah satu langkah yang dilakukan Dinkes Kabupaten Sukabumi adalah memeriksa sampel makanan MBG yang dikonsumsi para korban. Termasuk sampel dari dapur yang memproduksi MBG di tiga lokasi itu.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi, Agus Sanusi, menjelaskan hasil pemeriksaan laboratorium dari sampel-sampel yang sudah diperiksa.

Hasil pemeriksaan laboratorium dari sampel makanan di Cidolog ditemukan jamur coccodiodesimmitis pada semangka, serta bakteri enterobacter cloacae pada tempe orek dan bakteri macrococcus caseolyticus di telur dadar.

Selain itu, ditemukan juga kontaminasi bakteri bacillus cereus pada telur yang belum diolah.

Dari kasus-kasus keracunan MBG yang terjadi di Sukabumi, Agus menduga ada unsur kelalaian dalam menjaga kebersihan makanan. Jamur dan bakteri-bakteri yang ditemukan saat uji lab bisa muncul karena bahan makanan terlalu lama disimpan di suhu ruang.

“Beberapa masih melakukan penyimpanan, pengolahan dan distribusi makanan yang belum sesuai atau belum higienis,” kata Agus kepada wartawan.

Agus menjelaskan Dinas Kesehatan punya mekanisme khusus untuk menangani dugaan keracunan makanan melalui koordinasi lintas program dengan Puskesmas, yang berperan dalam investigasi, penanganan pasien, serta pengambilan sampel makanan untuk diuji di Balai Laboratorium Daerah Jawa Barat.

Dinkes juga berkoordinasi dengan Dinkes Provinsi, BPOM, dan Kementerian Kesehatan RI, serta menginput laporan ke sistem EBS SKDR.

Untuk memperkuat pengawasan, termasuk mencegah terjadinya keracunan MBG, Dinkes sudah menerbitkan instruksi pembentukan Tim Pembinaan dan Pengawasan Eksternal SPPG MBG melalui surat instruksi kepala dinas.

Penyedia katering diwajibkan memiliki Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi (SLHS), menjaga standar keamanan pangan, memastikan bahan baku dan proses pengolahan sesuai standar, serta menyediakan makanan untuk uji organoleptik oleh guru.

Sekolah juga diminta membentuk Tim Pengawas Internal MBG, memberikan edukasi keamanan pangan, dan melakukan tes organoleptik sebelum makanan dibagikan ke siswa.

Dari sisi regulasi, Pemkab Sukabumi sudah menetapkan SK Bupati Nomor 400.7.13/KEP.618-EKON/2025 tentang Satgas Percepatan Penyelenggaraan Program MBG

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *