Curhat Guru Soal Program MBG di Sukabumi: Nambah Pekerjaan, Bukan Honor

SUKABUMI – Sejumlah guru di Kabupaten Sukabumi mengeluhkan beban tambahan yang muncul akibat pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program yang bertujuan meningkatkan gizi dan kesehatan siswa ini dinilai belum sepenuhnya berjalan optimal, malah bikin para guru tambah repot.

Seperti yang diungkapkan salah seorang guru berinsial H yang mengajar di salah satu sekolah di wilayah Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Akibat MBG, kata H, pekerjaan guru di luar tugas utama yakni mengajar dan mengurus administrasi menjadi bertambah.

Bacaan Lainnya

“Kalau dibilang repot sih ya jelas repot juga. Jumlah MBGnya kan bukan satu atau dua, di sekolah ini lebih dari 150 kan,” kata H kepada sukabumiku.id, Senin (22/09/2025).

Pekerjaan tambahan ini dimulai sejak paket makanan tiba di sekolah setiap hari. Guru harus memastikan jumlah porsi sesuai dengan jumlah siswa, serta melakukan pengecekan kualitas makanan secara sukarela untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

“Guru harus memeriksa apakah makanan layak dikonsumsi, apakah ada perubahan bau atau warna. Semua itu kami lakukan demi keselamatan siswa,” kata HB, Minggu (21/9/2025).

Tidak hanya itu, guru juga diminta membereskan sisa makanan sebelum wadah dikembalikan ke penyedia katering. Hal ini dilakukan agar jumlah porsi pada pengiriman berikutnya tidak dikurangi. “Kalau banyak makanan tersisa, dikhawatirkan penyedia mengurangi porsi. Jadi kami inisiatif membersihkannya dulu,” ujarnya.

HB menambahkan, limbah sisa makanan menjadi persoalan lain yang belum terselesaikan. Hampir setiap hari limbah menumpuk, sementara warga sekitar jarang yang bersedia memanfaatkannya untuk pakan ternak atau keperluan lain.

Beban guru juga semakin berat karena adanya perjanjian kerja sama antara sekolah penerima manfaat dengan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Dalam perjanjian itu, pihak sekolah diwajibkan mengganti biaya jika terjadi kehilangan atau kerusakan wadah makanan dengan nilai Rp80 ribu per unit.

“Kalau wadah hilang, sekolah yang harus mengganti. Itu sudah tertulis dalam perjanjian,” jelas HB.

Lebih lanjut, HB mengungkapkan kekhawatiran jika terjadi kasus keracunan makanan. Berdasarkan perjanjian, sekolah diharuskan merahasiakan kejadian tersebut dan mencari solusi bersama pihak terkait.

Hal senada juga dikeluhkan salah seorang guru SD Negeri di daerah Cicantayan, Kabupaten. S, seorang guru SD membenarkan hal senada juga terjadi di sekolahnya.

“Ini mah namanya nambah kerjaan, bukan nambah honor,” kata S.

S pun berharap pemerintah segera mengevaluasi program MBG baik dari sisi administrasi maupun teknisnya. Perjanjian kerjasama soal MBG, menurutnya, juga memberatkan bagi sekolah.

“Mudah-mudahan segera ada evaluasi. Kasihan kerja guru jadi nambah, apalagi buat honorer,” imbuhnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *