DPR: Penggalangan Dana Rp1.000 per Hari di Jabar Harus Lebih Transparan dan Sukarela

Dedi Mulyadi

JAKARTA — Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin menyoroti kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang meminta donasi sebesar Rp1.000 per hari kepada warga dan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Ia menilai meskipun kebijakan tersebut sah secara hukum, mekanismenya perlu dievaluasi agar lebih transparan, partisipatif, dan tidak menimbulkan resistensi publik.

Khozin menegaskan, pemerintah daerah sebaiknya berperan sebagai fasilitator gerakan sosial, bukan pihak yang secara langsung memungut dan mengelola dana masyarakat.

Bacaan Lainnya

“Prinsipnya, inisiatif penggalangan dana seharusnya muncul dari masyarakat, bukan dari pemerintah,” kata Khozin dalam keterangan tertulis, Rabu (8/10/2025).

Menurutnya, pendekatan partisipatif akan lebih sejalan dengan semangat otonomi daerah dan tata kelola pemerintahan yang akuntabel, sekaligus mencegah kesalahpahaman publik. Ia juga menyarankan agar Surat Edaran Gubernur Jabar terkait program tersebut ditinjau ulang di tengah meningkatnya pro dan kontra di masyarakat.

“Dari sisi sosiologis, kebijakan itu kurang tepat. Penggalangan dana sebaiknya dilakukan oleh pihak di luar pemerintah, dengan tetap berpedoman pada aturan distribusi dan pelaporan yang jelas,” ujar Khozin.

Dasar Hukum dan Tujuan Program

Kebijakan donasi Rp1.000 per hari itu tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu). Program ini digagas untuk mendorong semangat “warga bantu warga” melalui kontribusi kecil yang dikumpulkan setiap hari.

Secara hukum, penggalangan dana oleh pemerintah daerah diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan Pasal 75 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Khozin menyebut dasar hukum tersebut sah, namun jarang diterapkan secara langsung oleh pemerintah daerah.

“Secara normatif tidak ada masalah. Tapi praktiknya perlu hati-hati agar tidak menimbulkan kesan pemaksaan atau pungutan,” ujarnya.

Kebijakan Turunan dari Program Purwakarta

Sebelumnya, Gubernur Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa konsep ini mengadopsi sistem “rereongan jimpitan” yang pernah diterapkannya saat menjabat Bupati Purwakarta. Program tersebut berhasil menyalurkan bantuan berupa beras dan dana sosial ke berbagai kampung melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta.

Untuk tingkat sekolah, Dedi menegaskan bahwa kebijakan ini bukan pungutan wajib, melainkan donasi sukarela. Siswa hanya diarahkan untuk menyisihkan uang seribu rupiah melalui bendahara kelas, yang kemudian digunakan membantu teman sekelas yang membutuhkan atau sedang sakit.

Seruan Agar Gerakan Sosial Tumbuh dari Masyarakat

Khozin menilai, inisiatif seperti Rereongan Sapoe Sarebu sebaiknya tumbuh secara organik dari masyarakat. Ia mengingatkan bahwa Indonesia sudah dikenal sebagai negara paling dermawan di dunia berdasarkan World Giving Index (WGI) versi Charities Aid Foundation (CAF) sejak 2017 hingga 2024.

“Masyarakat Indonesia paling dermawan di dunia. Biarkan gerakan sosial tumbuh dari bawah, sementara negara cukup memfasilitasi dan membuat regulasi agar semangat gotong royong ini tersalurkan dengan baik,” pungkasnya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *