SUKABUMI – Gempa bumi berkekuatan magnitudo 4,0 mengguncang Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pada Sabtu (20/9/2025) menjelang dini hari. Meski tergolong kecil, guncangan ini tetap menimbulkan kerusakan pada sejumlah bangunan, khususnya di Kecamatan Kabandungan.
Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Muhammad Wafid, menjelaskan gempa tersebut diperkirakan berasal dari Sesar Bayah–Salak Segmen Cianten. Hal ini didasarkan pada distribusi pusat gempa dan hasil analisis mekanisme fokus yang sesuai dengan peta patahan aktif Kabupaten Sukabumi yang diterbitkan oleh Pusat Survei Geologi tahun 2024.
“Gempa yang dipicu aktivitas sesar darat sering kali bersifat merusak, walaupun memiliki magnitudo kecil. Hal ini karena gempa terjadi pada kedalaman yang dangkal dan berdekatan dengan permukiman,” ujar Wafid dalam keterangan tertulis yang dirilis di Bandung, Rabu (24/9/2025).
Sukabumi Rawan Gempa Karena Faktor Geologi
Menurut Wafid, Sukabumi merupakan wilayah yang aktif secara seismik karena berada di antara dua sumber utama gempa, yaitu zona subduksi Samudera Hindia dan sesar aktif di daratan. Sejak tahun 1900, Badan Geologi mencatat setidaknya 21 gempa merusak terjadi di wilayah ini, baik yang berpusat di laut maupun darat.
Aktivitas tektonik di Jawa Barat, termasuk Sukabumi, dipicu oleh interaksi Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara dan menunjam ke bawah Lempeng Eurasia. Pergerakan ini membentuk deformasi kerak yang kompleks, ditandai oleh keberadaan zona subduksi, sesar mendatar, sesar naik, serta sesar lokal.
“Struktur tektonik ini menjadi sumber gempa di wilayah Sukabumi, baik yang berasal dari zona subduksi maupun dari sesar aktif yang berada dekat permukaan,” jelasnya.
Wafid menjelaskan, kondisi geologi di sekitar pusat gempa Sukabumi bervariasi, mulai dari dataran aluvial di bagian utara, perbukitan bergelombang di wilayah tengah, hingga pegunungan terjal di bagian selatan. Secara geologi, wilayah ini tersusun oleh batuan sedimen tua seperti batu pasir, batu lempung, dan batu gamping, serta batuan gunung api yang lebih muda.
Batuan muda yang telah mengalami pelapukan cenderung memperkuat guncangan saat terjadi gempa. Akibatnya, intensitas getaran di permukaan bisa lebih besar dibandingkan daerah dengan batuan yang lebih keras dan padat.
Berdasarkan analisis geoteknik, wilayah di sekitar pusat gempa dapat dikategorikan sebagai kelas tanah C (tanah keras) dan kelas tanah D (tanah sedang). Hal ini membuat tingkat amplifikasi guncangan bervariasi tergantung kondisi setempat.
Badan Geologi meminta warga untuk lebih waspada, terutama saat hujan, karena area tebing di Sukabumi berpotensi mengalami gerakan tanah. Selain itu, bangunan di daerah rawan gempa disarankan dibangun sesuai standar bangunan tahan gempa serta dilengkapi jalur evakuasi guna meminimalkan risiko kerusakan dan korban jiwa.