CIMAHI – Pemkot Cimahi menggulirkan sejumlah program dalam rangka menurunkan angka prevalensi stunting. Diantaranya program Pembinaan Calon Pengantin One Stop Service (PCOSS) serta fokus terhadap 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang mencakup masa prakehamilan, kehamilan, hingga anak usia dua tahun.
Stunting sendiri merupakan kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang masih menjadi perhatian nasional. Prevalensi stunting nasional pada tahun 2024 turun menjadi 19,8 % dari sebelumnya 21,5% pada tahun 2023. Sebuah capaian menggembirakan dalam upaya pemerintah selama lima tahun terakhir.
Di Kota Cimahi sendiri, beragam sumber data dari mulai data SSGI, e-PPGBM 2024 dan 2025 memperlihatkan adanya variasi angka. Namun semuanya mempertegas satu hal terkait penanganan stunting yang tetap menjadi prioritas bersama. Kondisi lingkungan, kepadatan penduduk, pola asuh keluarga, dan konsumsi gizi merupakan faktor yang perlu terus dibenahi melalui intervensi yang terarah.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk den Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Cimahi, Fitriani Manan mengatakan Program Pembinaan Calon Pengantin One Stop Service (PCOSS) menjadi salah satu program dalam upaya menurunkan angka prevalensi stunting di Kota Cimahi.
PCOSS meliputi pembinaan terhadap calon pengantin melalui layanan terpadu yang mencakup pemeriksaan kesehatan, pengisian ELSIMIL, serta edukasi gizi dan kesehatan reproduksi.
Hal tersebut, sambung Fitriana, bertujuan untuk meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa serta membangun keluarga yang sehat dan sejahtera dan hal ini pula menjadi langkah preventif dalam hal pencegahan stunting.
“Pembinaan calon pengantin sebagai bagian dari upaya preventif untuk mencegah kelahiran bayi stunting bagi yang telah mendapatkan penyuluhan dan edukasi tentang kesehatan reproduksi, perencanaan keluarga, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pernikahan dan kehidupan rumah tangga,” terang Fitriani kepada wartawan belum lama ini.
Sebagai bagian dari komitmen nasional sesuai Perpres 72/2021, Pemkot Cimahi pun memperkuat intervensi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Intervensi ini mencakup masa prakehamilan, kehamilan, hingga anak usia dua tahun atau periode emas yang menentukan masa depan kualitas tumbuh kembang anak.
“Calon pengantin ini akan terus di kawal, mulai saat di skriming kesehatannya hingga menikah sampai pada saat hamil dan bayi yang di kandungnya pun akan terus dipantau. Bilamana dari kesehatannya kurang, seperti HB-nya rendah atau terlalu kurus, lingkar badanya kecil, bukan berarti tidak boleh menikah, akan tetap kami pantau supaya lebih maksimal, intinya kita mencegah starting,” pungkasnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Cimahi, Mulyati mengatakan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan stunting. Di antaranya rendahnya kesadaran masyarakat dalam mengonsumsi makanan bergizi, sanitasi yang kurang memadai, hingga urbanisasi.
“Cimahi merupakan daerah urban yang memiliki mobilitas tinggi, juga banyak dihuni oleh penduduk baru. Termasuk sejumlah anak yang mengalami stunting. Kondisi seperti ini otomatis menjadi masuk ke dalam populasi Cimahi,” kata dia.
Selain itu, kata Mulyati, kepadatan penduduk di Kota Cimahi membuat kondisi rumah sangat rapat satu sama lain, sehingga menyebabkan minimnya ventilasi sehat. Selain itu, pola asuh dan belum optimalnya pemberian makanan untuk anak-anak, seperti rendah protein, kurangnya asupan gizi, serta pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dan ASI eksklusif.
Kemudian pemantauan tumbuh kembang anak juga dinilai belum merata. Pentingnya peran ibu hamil rutin memeriksa minimal tujuh kali selama masa kehamilan berlangsung. Termasuk perilaku keluarga tentu saja sangat berpengaruh, seperti merokok di dalam rumah. (*)



















