TPA Ciorai Diterpa Isu Pelanggaran Standar, Pekerja Terpapar Risiko

TASIKMALAYA — Kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ciorai di Desa Sukasukur, Kecamatan Mangunreja, Kabupaten Tasikmalaya kembali memicu keprihatinan. Bukan hanya persoalan teknis pengelolaan sampah, tetapi juga menyangkut keselamatan dan martabat manusia yang bekerja setiap hari di lokasi tersebut.

Temuan lapangan memperlihatkan dugaan pelanggaran serius terhadap standar operasional, kesehatan lingkungan, dan keselamatan kerja. Di area inti TPA, para pemulung terlihat bebas beraktivitas berdekatan dengan alat berat tanpa pembatas maupun pengawasan. Situasi ini dinilai sangat rawan memicu kecelakaan fatal, terlebih tidak ada tanda-tanda SOP keselamatan diterapkan secara konsisten.

Tumpukan sampah tampak dibiarkan terbuka tanpa penutupan tanah penutup setebal 10–15 cm sebagaimana ketentuan sanitary landfill. Padahal penutupan sampah harian penting untuk meredam bau, mencegah penyebaran penyakit, serta mengurangi risiko kebakaran akibat gas metan.

Kondisi TPA Ciorai Tasikmalaya. Foto: dok

Yang lebih mengkhawatirkan, ditemukan penggunaan batu berangkal sebagai material penutup sampah praktik yang dinilai tidak sesuai standar teknis dan justru berpotensi memperparah instabilitas timbunan.

TPA Ciorai berada tepat di bawah jalur Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET). Aktivitas alat berat dan mobilitas manusia yang berlangsung tanpa perlindungan memadai meningkatkan risiko keselamatan jangka panjang. Kondisi ini menambah daftar panjang persoalan yang harus segera dibenahi.

Di tengah kondisi fisik TPA yang semrawut, perlindungan terhadap pekerja menjadi sorotan paling tajam. Sejumlah pekerja terlihat bekerja hanya dengan pakaian biasa tanpa helm, masker, sarung tangan, rompi reflektif, maupun sepatu keselamatan.

Aktivis lingkungan dan sosial, Dadan Jaenudin, menilai situasi ini bukan sekadar kelalaian teknis, melainkan bentuk pengabaian terhadap nilai kemanusiaan.

“Yang paling memprihatinkan itu manusianya. Para pekerja dibiarkan tanpa APD, menghirup gas metan, debu, dan mikroorganisme berbahaya setiap hari. Itu sudah melanggar standar kesehatan dan etika kerja,” ujar Dadan, (7/12/2025).

Tak hanya itu, ia juga menyoroti isu upah pekerja yang disebut jauh di bawah Upah Minimum Regional Kabupaten Tasikmalaya.

 “Sampah diurus, fasilitas dibangun, tapi manusianya dibiarkan dengan gaji di bawah UMR. Mereka bukan mesin. Mereka punya risiko, punya keluarga, dan mestinya punya perlindungan,” lanjutnya.

Menurut Dadan, jika pemerintah tidak segera mengambil langkah tegas, maka bukan hanya lingkungan yang terdampak, tetapi harkat para pekerja juga tergerus.

TPA Ciorai seharusnya bergerak menuju konsep sanitary landfill atau minimal controlled landfill, bukan kembali ke pola open dumping yang telah ditinggalkan oleh regulasi nasional.

Masyarakat kini menunggu tindak lanjut pemerintah Kabupaten Tasikmalaya mulai dari audit operasional, evaluasi anggaran, hingga pemenuhan hak dan keselamatan pekerja.

Pertanyaannya kini menggema, apakah TPA Ciorai akan dibenahi, atau dibiarkan berjalan tanpa arah sampai korban jatuh?

Pos terkait