JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara soal pengakuan Lisa Mariana yang menyebut menerima aliran uang dari mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, terkait dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank BJB. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan pihaknya akan menelusuri lebih jauh pernyataan tersebut.
“Tentu semuanya nanti akan didalami dan kita akan melihat sumber-sumber lainnya,” kata Budi di Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Budi menjelaskan, dalam proses penelusuran aset terkait kasus BJB, KPK turut menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Langkah ini dilakukan untuk memetakan lebih detail aliran dana mencurigakan yang diduga terkait perkara tersebut.
“Karena dalam penelusuran aset tentunya KPK juga bekerja sama dengan PPATK dalam melakukan penelusuran khususnya terkait aliran-aliran uang tersebut,” jelasnya.
Lisa Mariana sebelumnya diperiksa penyidik KPK untuk mendalami dugaan penerimaan uang dari RK. KPK disebut akan menelusuri waktu (tempus) hingga modus aliran dana tersebut.
“Tentu didalami terkait juga tempusnya, modus-modusnya seperti apa, nanti kita akan melihat kaitannya dengan tempus perkara pengadaan iklan di BJB,” kata Budi.
Sebelumnya, Lisa Mariana mengaku sempat menerima uang dari Ridwan Kamil saat RK masih menjabat Gubernur Jawa Barat. Namun, ia mengklaim baru mengetahui bahwa dana tersebut diduga bersumber dari korupsi Bank BJB setelah menerima panggilan pemeriksaan dari KPK.
“Soal aliran dana, itu kan saya tidak tahu waktu itu kan beliau masih menjabat. Ya sudah, saya pikir beliau ada uang, banyak uang gitu ya, tapi saya tidak tahu aliran itu dari Bank BJB,” ujar Lisa usai diperiksa di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (11/9).
Dalam kasus korupsi pengadaan iklan di Bank BJB, KPK telah menetapkan lima tersangka:
- Yuddy Renaldi, eks Dirut Bank BJB
- Widi Hartono (WH), Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB
- Ikin Asikin Dulmanan (IAD)
- Suhendrik (S)
- Sophan Jaya Kusuma (RSJK), pihak swasta
Perbuatan mereka diduga menimbulkan kerugian negara hingga Rp222 miliar. Dana tersebut diduga masuk sebagai pemenuhan kebutuhan nonbujeter di luar ketentuan resmi. (*)