SUKABUMI – Dugaan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dialami RR (23), seorang wanita asal Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi mendapat respon dari pejabat di Konsultat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Guangzhou, China. Dugaan TPPO dan RR diperlukan sebagai budak seks disebut tidak benar.
Hal tersebut diungkapkan Konsul Jenderal Republik Indonesia Guangzhou, Ben Perkasa Drajat. Ia membantah kasus terkait RR adalah TPPO.
“Tidak benar terjadi perbudakan seks. Ini bukan kasus TPPO,” kata Ben dikutip dari Kompas, Senin (22/09/2025).
KJRI Guangzhou, kata Ben, sudah melakukan investigasi bersama kepolisian Xiamen dan menemukan keberadaan RR. Ben meyakinkan RR dan suaminya adalah pasangan suami istri.
“Datang ke China juga sudah berstatus suami istri. Mungkin ini dinamika masalah rumah tangga,” kata Ben.
KJRI mendapati dokumen-dokumen resmi yang menunjukan bahwa RR sudah berkeluarga dengan warga China. Dokumen tersebut berupa foto buku pernikahan RR dan suaminya.
Kendati demikian, KJRI dan kepolisian Xiamen sudah melakukan langkah lanjutan setelah investigasi. Si suami sudah dilarang untuk menemui RR untuk sementara waktu.
Sementara itu bantahan kasus dugaan TPPO RR kini menjadi sorotan. Gubernur Jawa Barat bahkan memberikan atensi khusus terkait kasus ini setelah keluarga didampingi kuasa hukum menemuinya.
Sepupu RR, ST (40), sempat menyinggung masalah pernikahan. Menurutnya, RR dinikahkan secara paksa tanpa menghadirkan orangtua.
RR sejak lama bercita-cita merantau ke Jepang secara legal melalui sekolah bahasa. Namun, keinginan itu kandas setelah ia tergoda tawaran kerja dari seseorang yang dikenalnya lewat Facebook.
“Pelaku menjanjikan gaji Rp15 sampai Rp30 juta per bulan. Dari situ dia diarahkan bikin paspor di Bogor, bukan di Sukabumi, sampai akhirnya dibawa ke Jakarta dan diterbangkan ke Cina,” kata ST.
RR dipaksa menikah dengan menghadirkan orang yang mengaku wali dan saksi. Setibanya di Cina, ia dijemput seorang pria bernama To Chao Cai yang kemudian menyekap dan menahannya.