JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto resmi merombak Kabinet Merah Putih (KMP). Perombakan ini dinilai sebagai langkah strategis untuk mencari formula terbaik dalam menyukseskan program pemerintahan periode 2024–2029.
Pengamat politik Agus Widjajanto menilai reshuffle merupakan konsekuensi dari dinamika politik di awal pemerintahan. Menurutnya, pada awal pembentukan kabinet, Prabowo harus mengakomodasi berbagai kepentingan, namun sejumlah menteri justru gagal menjawab ekspektasi publik.
“Mungkin Presiden Prabowo sedang mencari formasi kabinet yang tepat, di mana awal dibentuk Presiden harus mengakomodir berbagai pihak yang berkepentingan, yang tentu jauh dari keinginan Prabowo sendiri,” kata Agus dalam keterangannya, Senin (22/9).
Agus juga menanggapi spekulasi publik soal perombakan kabinet sebagai upaya ‘bersih-bersih Geng Solo’. Namun ia menyerahkan sepenuhnya penilaian tersebut kepada Presiden.
“Yang pasti, dalam politik tidak ada kawan dan lawan abadi. Yang ada adalah kepentingan politik yang berkuasa,” ujarnya.
Lebih lanjut, Agus mengingatkan para menteri baru untuk lebih berhati-hati dalam membuat pernyataan publik. Ia menyoroti khusus Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa agar tidak mengeluarkan pernyataan yang berpotensi menimbulkan pro dan kontra.
“Sampaikan apapun dengan bahasa sederhana dan mudah dipahami masyarakat. Jangan mudah membuat statemen ke publik dengan bahasa yang bisa disalahtafsirkan. Lebih baik fokus bekerja dan tunjukkan kinerja yang baik demi kesejahteraan rakyat,” tegasnya.
Agus mencontohkan polemik terkait kebijakan menggelontorkan dana Rp200 triliun ke bank Himbara. Meski bertujuan mendorong ekonomi rakyat, kebijakan tersebut justru memicu tafsir berbeda hingga menimbulkan kegaduhan.
Selain itu, Agus menilai efektivitas kabinet baru sangat bergantung pada kebijakan pemerintah untuk mencapai target menuju Indonesia Emas 2045. Apalagi, generasi muda kini semakin kritis terhadap kebijakan yang dinilai merugikan rakyat.
Ia juga menekankan pentingnya perbaikan sistem ketatanegaraan, termasuk mengembalikan fungsi MPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang jelas, serta penegakan hukum yang adil dan transparan.
“Genjot lapangan kerja sebanyak-banyaknya, kurangi belanja APBN yang tidak perlu, arahkan program pada swasembada pangan agar pangan, sandang, papan murah. Kalau itu terwujud, maka menuju Indonesia Emas bukan lagi keniscayaan,” pungkasnya. (*)