Antara Izin dan Emosi Sosial : DPUTR Kota Sukabumi Klarifikasi Polemik Akses Jalan di PCP II

SUKABUMI – Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kota Sukabumi akhirnya angkat suara soal kisruh berkepanjangan antara warga Perumahan Puri Cibeureum Permai II (PCP II) RW 9, Kelurahan Babakan, Kecamatan Cibeureum, dengan pemohon pembukaan akses jalan baru.

Kepala DPUTR Kota Sukabumi, Sony Hermanto, menegaskan bahwa pihaknya hanya menangani aspek teknis dan legalitas sesuai peraturan yang berlaku, bukan polemik sosial yang kini memanas di lapangan.

“Kami hanya menjalankan fungsi teknis. Secara aturan, jika syarat pembukaan jalan telah terpenuhi, maka secara administratif bisa diproses. DPUTR tidak mencampuri urusan sosial antarwarga,” tegas Sony, Senin (13/10/25).

Menurut Sony, letupan konflik di kawasan tersebut bukan muncul karena masalah izin, melainkan akibat dinamika sosial yang tak kunjung menemukan titik temu.

“Yang ramai itu bukan soal izin atau administrasi, tapi gesekan sosial. Kami tetap menyarankan agar pemohon berkoordinasi dengan lingkungan sekitar, dan itu sudah dilakukan,” tambahnya.

Ia menjelaskan, sesuai regulasi, izin pembangunan seperti jembatan atau rumah tidak mensyaratkan adanya persetujuan tertulis dari warga sekitar. Namun, koordinasi dan komunikasi sosial tetap diimbau agar tidak menimbulkan gesekan.

Sony menegaskan, DPUTR tetap berpegang pada prinsip objektivitas. Jika semua ketentuan teknis telah dipenuhi, maka izin tidak bisa ditolak tanpa alasan kuat.

“Kalau syarat lengkap, wajib diproses. Kalau sudah sesuai aturan tapi ditolak, itu malah jadi subjektif,” ujarnya.

Ia juga mengimbau agar warga menahan diri dan mengedepankan dialog.

“Masalah sosial sebaiknya diselesaikan secara musyawarah. Dari sisi kami, prosedur perizinan berjalan sesuai mekanisme hukum,” tutupnya.

Kisruh di lingkungan PCP II sejatinya bukan perkara baru. Persoalan bermula dari pembangunan tembok pembatas di kawasan perumahan yang memicu ketegangan antarwarga selama hampir lima tahun terakhir.

Ketua RW 9 PCP II, Herry Mulyadi, mengungkapkan bahwa masyarakat telah berulang kali meminta Pemerintah Kota Sukabumi untuk turun tangan, namun hingga kini belum ada langkah konkret.

“Kami berharap pemerintah hadir dan memediasi. Jangan sampai warga terus bersitegang,” ujar Herry, Minggu (12/10).

Herry menambahkan, upaya penyelesaian sebenarnya telah ditempuh mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, hingga melibatkan penasihat hukum. Namun, tumpang tindih batas wilayah antar-RT dan RW membuat situasi semakin rumit.

“Awalnya hanya soal tembok, tapi lama-lama merembet ke persoalan lain. Saya baru enam bulan menjabat, dan kami bahkan sudah libatkan pengacara agar tidak terjadi bentrok,” katanya.

Berbeda pandangan, Ketua RT 7 RW 9 PCP II, Ajat Sudrajat, menilai persoalan tembok pembatas seharusnya sudah selesai. Ia menyebut pembukaan tembok untuk rumah milik H. Abdullah sudah mengantongi izin resmi dari warga dan bahkan mendapat surat persetujuan dari Wali Kota Sukabumi Ayep Zaki tertanggal 24 September 2025.

“Masalahnya sudah beres. Tembok itu di wilayah RT7 dan warga setuju. Pemohon juga orang baik, aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan,” ujar Ajatm.

Meski demikian, sebagian warga tetap mendesak Pemkot Sukabumi untuk turun tangan langsung agar persoalan ini benar-benar tuntas dan tidak memicu perpecahan baru di lingkungan perumahan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *