Ancaman Senyap Ular Kobra di Tasikmalaya: Saat Penanganan Medis Jadi Penentu Hidup-Mati

TASIKMALAYA – Di tengah sunyi pedesaan Desa Cileuleus, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya sebuah insiden nyaris merenggut nyawa seorang ibu rumah tangga bernama Dina (38). Ia tergigit seekor ular kobra saat beraktivitas di sekitar pekarangan rumahnya. Gigitan yang hampir tak terasa di awal, berkembang menjadi mimpi buruk dalam hitungan jam.

“Awalnya cuma pegal. Tapi tiga jam setelah itu mulai mual, muntah, dan sesak napas,” tutur Panji Pragiwaksono, yang akrab disapa Panji Petualang, saat ditemui Sabtu malam (14/6/2025), usai memberikan pertolongan langsung kepada Dina.

Panji yang dikenal sebagai pawang ular sekaligus edukator satwa liar, datang bersama timnya setelah mendapat kabar dari masyarakat setempat. Mereka langsung melakukan penanganan darurat, mengingat akses medis di lokasi cukup terbatas.

BACA JUGA : Panji Petualang Bantu Warga Cisayong Tasikmalaya yang Digigit Ular Kobra

Racun Kobra yang Mematikan

Menurut Panji, racun ular kobra tergolong sangat berbahaya karena mengandung dua jenis racun utama yaitu neurotoksin, yang menyerang sistem saraf dan bisa menyebabkan kelumpuhan hingga henti napas, serta hemotoksin, yang merusak sel darah merah dan jaringan tubuh.

“Kalau nggak cepat ditangani, racun bisa menyebar dan merusak jaringan saraf. Bahkan bisa bikin kaki korban harus diamputasi,” jelasnya.

Ketika tiba di lokasi, Panji dan tim langsung mengevakuasi cairan dari luka gigitan dengan metode sederhana namun steril, menggunakan jarum suntik bersih untuk mengeluarkan nanah dan getah bening yang terinfeksi.

Mereka juga memberikan ramuan herbal rahasia yang telah lama mereka racik sebagai penanganan awal sebelum korban mendapatkan serum.

“Kalau nggak ada anti serum dari RSUD, mungkin teh Dina nggak bisa bertahan. Alhamdulillah di Tasik ini masih tersedia,” ujar Panji dengan nada haru.

Menurutnya, butuh waktu sekitar tiga bulan untuk pemulihan total dari luka gigitan tersebut. Beruntung, pertolongan datang di waktu yang tepat.

“Kalau telat, biasanya ujungnya operasi atau amputasi,” tambahnya.

Panji juga menyampaikan pentingnya kesadaran masyarakat tentang bahaya ular berbisa, terutama di daerah pedesaan yang masih menjadi habitat alami kobra dan viper.

Ia menekankan perlunya penyediaan serum anti bisa ular (ABU) di setiap fasilitas kesehatan, khususnya di wilayah rawan.

“Ada 400 spesies ular di Indonesia, dan sekitar 20 persennya berbisa. Tapi nggak perlu panik berlebihan. Kuncinya, tenang dan segera cari bantuan medis,” katanya.

Kasus Dina menjadi alarm keras bagi pemerintah Kabupaten dan Kota Tasikmalaya. Panji berharap adanya perhatian serius dalam penanganan gigitan ular berbisa, bukan hanya dengan menyediakan serum, tetapi juga pelatihan pertolongan pertama bagi masyarakat pedesaan.

“Kita hidup di negara tropis. Ketemu ular itu biasa. Tapi kesiapsiagaan kita yang luar biasa harus dibangun,” pungkas Panji. (rzm)

The post Ancaman Senyap Ular Kobra di Tasikmalaya: Saat Penanganan Medis Jadi Penentu Hidup-Mati first appeared on Tasikmalaya Ku.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *