DPK Jaman Soroti Pinjaman RSUD KHZ Musthafa ke Bank BJB: Diskresi BLUD Berpotensi Timbulkan Risiko Moral Hazard

TASIKMALAYA — Ketua Dewan Pimpinan Kabupaten (DPK) Jaringan Kemandirian Nasional (Jaman) Tasikmalaya, Givan Alifia Muldan, menyoroti polemik pinjaman yang diajukan RSUD KHZ Musthafa kepada Bank BJB. Ia menilai langkah tersebut ibarat “obat darurat” dalam literatur keuangan publik, yang seharusnya hanya digunakan ketika berada di ambang “koma fiskal”.

Namun, Givan mengibaratkan penggunaan diskresi kali ini lebih seperti minuman energi: terasa segar sesaat, tetapi menyimpan efek samping yang bisa memicu kolaps sistemik.

Menurutnya, pinjaman tersebut dibungkus dengan narasi menjaga kelangsungan pelayanan, namun realitasnya lebih kompleks. Apalagi, pencairan dilakukan secara bertahap sepanjang 2024, yang menurut Givan menunjukkan betapa manisnya janji likuiditas dibanding pahitnya pengelolaan utang publik.

Piutang Menggunung, Pinjaman Jadi Opsi

Givan mengungkap, pada 2023 RSUD KHZ Musthafa memiliki piutang sebesar Rp53 miliar, di mana sekitar Rp42 miliar di antaranya belum dibayarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. Kondisi ini, katanya, mengganggu kemampuan operasional rumah sakit.

BACA JUGA : RSUD KHZ Musthafa Tasikmalaya Siapkan Ruang Transit, Atasi Lonjakan Pasien di IGD

Akibatnya, manajemen RSUD mengajukan pinjaman dengan plafon Rp20 miliar ke Bank BJB untuk menjaga kelangsungan layanan. Langkah tersebut didasarkan pada Permendagri No. 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dan Perbup No. 69 Tahun 2017.

“Kami dari DPK Jaman Tasikmalaya sangat menyayangkan. Kalau bicara efektivitas BLUD, seharusnya bisa memperkuat layanan publik tanpa menjerat rumah sakit dalam utang yang justru berpotensi menimbulkan moral hazard. Kami juga khawatir diskresi ini membuka peluang penyalahgunaan anggaran secara kolaboratif,” tegas Givan, Minggu (10/8/2025).

IMG 20250708 WA0023
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) KH Zainal Musthafa Kabupaten Tasikmalaya.

Risiko Transparansi dan Moral Hazard

Givan menilai, jika Bank BJB, Pemkab, dan pihak RSUD tidak transparan, sekalipun alasannya demi pelayanan, maka ruang terjadinya moral hazard semakin lebar. Ia juga mengingatkan, praktik pinjaman yang tidak diawasi ketat rentan menjadi kanal aliran dana yang tidak produktif, apalagi jika kolaborasi para pemangku kepentingan tidak akuntabel.

“Gerakan pinjam sana-sini untuk menambal utang lama adalah bentuk kegagalan sistemik. Kalau RSUD harus mencari pinjaman karena klaim Jamkesda tak dibayar, itu artinya Pemkab menyalahgunakan fleksibilitas desain BLUD bukan untuk berinovasi, tapi hanya bertahan dari masalah arus kas akut,” ujarnya.

Ia juga mengkritik kecenderungan mengorbankan modal sosial demi menutup utang tanpa solusi struktural. “Kalau diibaratkan, ini seperti menambal kebocoran dengan plester tipis, bukan memperbaiki celahnya,” tambahnya.

Drama Kolektif dan Pertanyaan Kewajaran

Givan menggambarkan situasi ini seperti drama kolektif antara Pemkab Tasikmalaya, pejabat RSUD, dan Bank BJB. “Kita bayar lebih lambat, pelayanan tetap jalan, ambil pinjaman karena payung hukumnya ada. Tapi, apakah kewajarannya tetap dijaga?” ucapnya.

Ia mengingatkan tanda bahaya akan muncul ketika prioritas pengeluaran tidak dipantau ketat. Utang klaim Jamkesda dan BPJS yang menumpuk diganti pinjaman bank, yang pada akhirnya harus dibayar kembali plus bunga.

“Pertanyaannya, siapa yang diuntungkan dari skema ini? Rasanya bukan warga atau stabilitas pelayanan, tapi pihak-pihak yang bisa memainkan keluwesan anggaran sebagai jalan pintas,” katanya.

BACA JUGA : RSUD KHZ Musthafa Tasikmalaya Buka Klinik Hematologi Onkologi, Perkuat Layanan Spesialis Kanker dan Penyakit Darah

Desakan Reformasi Sistemik

DPK Jaman Tasikmalaya mendorong Pemkab menetapkan timeline pembayaran utang yang lebih realistis dan transparan, serta mengharuskan RSUD melaporkan penggunaan dana pinjaman secara rinci.

Givan juga menekankan, pemanfaatan BLUD harus diarahkan untuk efisiensi layanan, bukan sebagai jalur darurat ke bank. Mekanisme pengawasan pun harus diperkuat, baik dari DPRD maupun pengawas internal RSUD.

“Perlu intervensi aktif seperti audit rutin, evaluasi pinjaman, dan keterbukaan publik. Terakhir, dari aspek reformasi sistematik, perlu evaluasi prosedur penganggaran Jamkesda untuk menjawab kenapa klaim sebesar itu belum dibayar sejak 2023. Jangan hanya menumpuk utang,” pungkasnya. (rzm)

<p>The post DPK Jaman Soroti Pinjaman RSUD KHZ Musthafa ke Bank BJB: Diskresi BLUD Berpotensi Timbulkan Risiko Moral Hazard first appeared on Tasikmalaya Ku.</p>

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *