JAKARTA – Ketua DPR RI, Puan Maharani, menegaskan pihaknya masih menunggu kajian resmi dari pemerintah terkait rencana menjadikan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai Ibu Kota Politik pada 2028. Ia mengaku hingga kini belum menerima laporan resmi maupun dasar aturan mengenai rencana tersebut.
“Baru akan dilaporkan, jadi saya belum mendengar dasarnya,” ujar Puan di kompleks parlemen, Senin (22/9).
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima. Menurutnya, istilah Ibu Kota Politik belum memiliki pijakan hukum yang jelas dalam Undang-Undang IKN.
Politikus yang akrab disapa Bimo itu menyebut DPR dalam waktu dekat akan memanggil pemerintah untuk meminta penjelasan. Ia menduga Presiden Prabowo Subianto memiliki alasan subjektif terkait penyematan istilah tersebut.
“Tapi saya melihat ada kehendak subjektif Pak Prabowo untuk lebih menempatkan pada satu posisi yang pas, untuk ibu kota ke depan,” kata Bimo.
Ia menambahkan, klarifikasi paling tepat bisa ditanyakan langsung kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai mitra kerja DPR.
Sebelumnya, Presiden Prabowo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025. Regulasi ini mengatur tahapan pertama Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 serta penjabaran tahun pertama Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.
Dalam salah satu pasalnya, Perpres tersebut menegaskan IKN ditargetkan berstatus sebagai Ibu Kota Politik pada tahun 2028.
“Perencanaan dan pembangunan kawasan, serta pemindahan ke Ibu Kota Nusantara dilaksanakan sebagai upaya mendukung terwujudnya Ibu Kota Nusantara menjadi Ibu Kota Politik di tahun 2028…,” demikian tertulis dalam beleid tersebut. (*)