Kejagung Bantah Penetapan Nadiem Makarim Sebagai Tersangka Tanpa Bukti Cukup

Korupsi
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. (Foto: Dok. Kejagung)

JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah tudingan bahwa penetapan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan dilakukan tanpa bukti permulaan yang cukup.

Bantahan itu disampaikan Jaksa dalam sidang praperadilan yang diajukan Nadiem di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/10). Dalam sidang dengan agenda eksepsi tersebut, jaksa menegaskan bahwa penetapan tersangka telah melalui proses hukum yang sah dengan minimal dua alat bukti, bahkan terdapat empat alat bukti yang dikantongi penyidik.

“Termohon selaku penyidik telah mendapatkan permulaan tercukupinya minimal dua alat bukti, bahkan diperoleh empat alat bukti,” ujar salah satu jaksa dalam persidangan.

Jaksa menjelaskan, keempat alat bukti tersebut meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, bukti surat, serta bukti elektronik. Ia menyebut, sebanyak 113 saksi telah diperiksa, termasuk Nadiem saat masih berstatus saksi.

Selain itu, Kejagung juga telah meminta pendapat dari sejumlah ahli, seperti ahli keuangan negara, ahli administrasi negara, ahli pengadaan barang dan jasa, serta ahli hukum pidana.

“Hasil ekspose antara penyidik dengan auditor BPKP menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat perbuatan melawan hukum dalam pengadaan TIK,” jelas jaksa.

Kejagung mengklaim telah menerima hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyebut adanya kerugian negara dalam proyek pengadaan Chromebook. Berdasarkan temuan tersebut, penyidik kemudian menetapkan Nadiem sebagai tersangka.

“Setelah pemohon diperiksa sebagai saksi serta diperoleh alat bukti lainnya berupa keterangan ahli, surat, petunjuk, maupun bukti elektronik, penyidik melakukan proses penetapan tersangka,” tegas jaksa.

Sebelumnya, Kejagung resmi menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019–2022. Dalam program itu, Kemendikbudristek mengadakan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) dengan total anggaran mencapai Rp9,3 triliun.

Laptop tersebut menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook, yang belakangan dinilai tidak efektif untuk menunjang pembelajaran di wilayah 3T karena keterbatasan akses internet.

Selain Nadiem, empat orang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni Direktur SMP Kemendikbudristek 2020–2021 Mulyatsyah; Direktur SD Kemendikbudristek 2020–2021 Sri Wahyuningsih; mantan staf khusus Mendikbudristek, Jurist Tan; dan mantan konsultan teknologi Kemendikbudristek, Ibrahim Arief.

Akibat perbuatan para tersangka, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp1,98 triliun, terdiri atas Rp480 miliar dari item software (CDM) dan sekitar Rp1,5 triliun akibat mark up harga laptop. (*).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *