TASIKMALAYA — Hujan deras jatuh sejak malam, seperti biasanya di awal musim hujan. Tapi di Kampung Cijelereun, Desa Neglasari, Kecamatan Cigalontang, langit basah malam itu menjadi pertanda duka. Di balik suara gemuruh tanah yang melorot dari bukit, seorang anak perempuan bernama Nabila Putri (8) tertimbun saat sedang tertidur dalam pelukan malam bersama ibu dan dua saudaranya.
Rumah mereka berdiri di lereng, berdampingan dengan tebing curam yang sudah lama dimaklumi sebagai “bahaya yang diam.” Namun bagi keluarga Nabila, itu adalah rumah. Tempat berteduh dari kemiskinan, tempat bernaung dari dunia yang tak selalu ramah.

Pagi harinya, suara takbir pecah dari corong masjid kecil. Tapi bukan karena kelahiran atau kemenangan. Tangisan menggema di gang sempit yang basah lumpur. Jasad Nabila ditemukan terbungkus sarung, masih dalam posisi tidur.
BACA JUGA : Hujan Deras Picu Longsor di Cigalontang, Seorang Anak Meninggal Dunia, Satu Kritis
“Ia tertimbun saat sedang tidur,” kata Dedi Herniwan, Camat Cigalontang, suaranya tertahan ketika diwawancarai Senin sore. “Malam sebelumnya hujan memang sangat deras.”
Di Atas Bahu Polisi, Hingga Peristirahatan Terakhir
Yang tak biasa dari pemakaman itu adalah bagaimana jasad kecil Nabila dibawa: dipikul bergantian oleh para anggota Satuan Shabara Polres Tasikmalaya. Tak ada mobil ambulans, tak ada tandu resmi. Hanya para lelaki berseragam yang berjalan menyusuri jalan becek dan menanjak, menggendong jenazah dalam diam yang panjang.
“Ini bukan tentang tugas formal,” kata IPTU Solihin, Kasat Shabara Polres Tasikmalaya. “Ini tentang nurani. Ini tentang kemanusiaan.”
Mereka memikulnya dari rumah ke makam, menempuh jalanan desa yang lengket oleh lumpur dan penuh genangan. Tidak ada keluhan dari bibir mereka, hanya langkah-langkah mantap yang mengiringi air mata keluarga.
Prosesi pemakaman berlangsung penuh tangis. Sang ayah, berdiri lemas di sisi liang lahat, matanya kosong, memandangi tanah yang perlahan menutup tubuh kecil anaknya.
“Kami tidak pernah menyangka… anak kami akan pergi seperti ini,” ujar salah satu kerabat, terbata.
Rumah yang Masih Dibiarkan, Luka yang Belum Sembuh
Hingga hari ini, rumah yang tertimbun masih belum dievakuasi. Bukan karena tidak bisa, tetapi karena keluarga belum sanggup melihatnya dibereskan. Di balik puing-puing dan tanah basah, masih ada kenangan: tawa, tangisan, dan malam terakhir yang begitu sunyi.
“Keluarga belum mengizinkan rumahnya dibersihkan. Mereka masih teringat anaknya,” ujar IPTU Solihin.
Sementara itu, sang ibu, Sinta, dan dua anak lainnya kini dirawat intensif di RSUD KHZ Musthafa, Kota Tasikmalaya. Mereka selamat, tapi luka yang mereka bawa tidak seluruhnya fisik.
“Ibu korban mengalami luka dan harus diawasi ketat. Kami khawatir terjadi infeksi,” jelas dr. Sudaryan, Kasi Pelayanan Medis RSUD.
BACA JUGA : Pagar Beton Ambruk Timpa Rumah di Salawu, Bayi Ajaib Selamat Tanpa Cedera
Setelah Isak, Datang Sunyi
Kampung Cijelereun kini diselimuti keheningan baru. Tak ada lagi tawa anak-anak bermain di halaman, hanya suara gemercik air dari aliran yang mengiris sisi bukit. Longsor ini bukan yang pertama, dan mungkin bukan yang terakhir. Tapi bagi keluarga Nabila, ini adalah luka yang tak akan sembuh oleh waktu semata.
Nabila, anak perempuan kecil yang pergi di tengah malam basah, telah dikebumikan. Di atas pusaranya, hanya batu kecil tanpa nama yang tertulis. Tapi di hati mereka yang mengantar, nama itu akan terus hidup: Nabila Putri. (LS)
<p>The post Tangis Pecah Saat Nabila Dimakamkan, Sabhara Polres Tasikmalaya Menjadi Bahu Terakhirnya first appeared on Tasikmalaya Ku.</p>