DPRD Kritik Klaim PAD 155 Persen: Pemerintah Harus Sampaikan Fakta Sebenarnya

SUKABUMI – Klaim Pemerintah Kota Sukabumi soal kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) hingga 155 persen dinilai terlalu bombastis dan tidak mencerminkan realitas di lapangan.

Kritik tajam ini disampaikan oleh Anggota Komisi II DPRD Kota Sukabumi, Inggu Sudeni, yang menyebut lonjakan tersebut lebih disebabkan oleh perubahan sistem pencatatan, bukan peningkatan kinerja nyata aparatur.

Bacaan Lainnya

Menurut Inggu, angka fantastis itu muncul akibat penyesuaian aturan dalam Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang direalisasikan pada tahun 2025, di mana sejumlah pos yang sebelumnya tercatat sebagai Dana Bagi Hasil (DBH) kini langsung dimasukkan ke dalam PAD karena adanya perubahan status pajak PKB dan PNKB menjadi opsen pajak daerah.

“Kenaikan sebesar itu bukan karena peningkatan kinerja, tapi karena perubahan sistem pencatatan. Jadi jangan disalahartikan seolah pemerintah berhasil meningkatkan PAD secara luar biasa,” tegas Legislatif dari Partai PKS ini, Sabtu (01/11/2025).

Ia menjelaskan, jika unsur opsen dikeluarkan dari perhitungan, maka realisasi kenaikan PAD Kota Sukabumi per 30 September 2025 hanya sekitar 12 persen, bukan 55 persen seperti yang digembar-gemborkan.

Data resmi memperlihatkan, realisasi pajak daerah dan retribusi non-BLUD pada 30 September 2024 sebesar Rp66,72 miliar, sedangkan pada periode yang sama tahun 2025 tercatat Rp103,72 miliar. Secara administratif memang terlihat naik menjadi 155 persen. Namun, setelah dikurangi komponen opsen senilai Rp28,73 miliar, maka realisasi sesungguhnya hanya Rp74,98 miliar, atau naik sekitar Rp8 miliar (12 persen).

“Kami hanya ingin meluruskan supaya publik tidak salah paham. Kenaikan 55 persen itu bukan hasil kerja keras luar biasa, tapi efek dari sistem pencatatan baru,” tambahnya.

Lebih lanjut, Inggu mengingatkan agar Pemerintah Kota Sukabumi tidak terlalu berlebihan dalam mengklaim keberhasilan fiskal. Menurutnya, publik berhak memperoleh informasi yang jujur, proporsional, dan berbasis data faktual, bukan narasi yang dibungkus pencitraan politik.

“Ini peringatan bagi pemerintah. Jangan menjual citra dengan angka yang menyesatkan. Transparansi jauh lebih penting daripada klaim bombastis,” tutupnya. (Ky)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *